Langsung ke konten utama

Menulislah Untuk Dirimu

Menulis entah kapan saya mengetahuinya dengan sadar. Mungkin sejak saya mulai mengenal sebuah pena. Ataupun sebongkah batu kapur dan batu merah didepan rumah. Menulis diatas tanah, memberinya coretan-coretan yang tak ku ketahui maknanya. Menulis disecarik kertas yang terlihat di atas meja kerja bapak dan mama, Menulis di dinding-dinding rumah. Kembali lagi memberinya coretan-coretan yang semakin tak diketahui maknanya.

Menarik garis panjang, lurus dan bengkok. Menulis sebuah lingkaran , kotak dan huruf-huruf yang tak sesuai wujudnya. Tidak karuan. Tapi membiarkannya tetap tinggal tak terhapus. Coretan-coretan itu adalah sebuah ilustrasi yang tertuang pada media-media sederhana. Media yang tak membutuhkan tuk ekspose, yang tak membutuhkan penilaian dari seorang pembaca. Coretan itu hanya membutuhkan bidang yang seberapa luas dan mampunya sebuah tangan mengolah apa yang dipikirnya.

Menulis itu bagi saya menuangkan apa yang telah saya baca, baik dalam ucapaan, buku ataupun pikiran. Menulis meninggalkan jejak-jejak kata yang takkan terhapus masa dan di suatu saat bisa di tengok kembali. Dengan menulis menajamkan pikiran tuk mengolah kata-kata . Memberi ruang bagi tangan (jari) tuk bisa melukiskan kehendak hati yang diolah oleh otak. Jari tangan adalah print-outnya. Menulis juga merekam jejak-jejak peristiwa dari diri sendiri dan sekitarnya.

Tak mesti ada penilaian, menulispun tak juga membutuhkannya karena Menulis pula bukan untuk orang lain tapi menulis adalah reminder bagi penulis. Beryukur jika tulisan kita adalah inspirasi bagi pembaca. Karena pembaca pula adalah penilai sekaligus reminder. Menulis pula tak mesti bagus, tapi dimengerti pembaca sudah cukup.
Jadi menulislah untuk dirimu sebagai perekam jejak langkah dan ceritamu yang dijadikan sebagai reminder /alarm yang bijak tatkala lupa menyerang.




Medibrata,07Desember2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ang Pao di Tradisi Pernikahan Buton

Memasuki jenjang pernikahan untuk pasangan perawan dan bujang yang telah matang dan “mapan” adalah suatu acara yang sangat di dambakan oleh keduanya, apalagi jika pasangan tersebut telah lama menjalin atau saling mengenal karakter antara keduanya ataupun jika acara tersebut berlangsung karena alasan perjodohan orang tua. Tidak hanya keduanya acara bahagia seperti pernikahan tentu pula sangat dinantikan oleh seluruh keluarga. Seperti beberapa hari ini, saya turut menghadiri dan mengikuti proses pernikahan kedua sahabat saya di Baubau (Buton). Ada rasa bahagia dan campur sari di dalam hati menyaksikan acara pernikahan mereka. Bahagia karena akhirnya keduanya telah menyatu, dipertautkan hatinya oleh Allah SWT dalam suatu ikatan suci pernikahan dan kesedihan karena keadaan status yang sudah berbeda (tidak bisa sebebas saat masih sendiri) serta kecemasan setelah diberondong pertanyaan kapan menyusul ( sedikit miris tapi tak apalah). Proses pernikahan keduanya tentunya menggunakan trad

Waktu dan Jawaban

#Dan Benarlah waktu adalah pemberi jawab yang terbaik.. Ketika kau menunggu dalam waktu yang tak tentu..menanti jawab yang tak kunjung tiba, ketikA itu pula Hatimu gelisah. Lalu apa yang kau lakukan..? Usaha.?? Tentunya iya..,mencari informasi apa yang menjadi objek pencarian..,namun jika telah maksimal maka doalah menjadi tumpuan terakhir. Karena Doa adalah penembus atas hijab, pengubah atas takdir yang ada. Biarkan tangan tangan Ilahi bekerja dengn caranya dan Pasti itu Indah. Indah Cara manusia namun lebih Indah cara Allah. Dia memberimu disaat yang tepat, tepat diwaktu kau membutuhkannya. Dan Dia tau mana yang terbaik buatmu., maka tak terbantahkanlah apa yang menjadi FirmanNYa Dia ta mengujimu di luar kemampuanmu. Dan apa yang menurutmu baik tapi buruk bagiNya begitupula apa yang menurut bagimu buruk tapi itulah yang terbaik bagimu. Lalu apa yang dapat kau ambil..? Berprasangka baiklah selalu padaNYA, sabar dan sederhanalah dalam tiap-tiap hal. Karena segalanya terjadi tentu

Negeri Sapati di Ranah Buton

Amaaaaaaa…..,teriakan Surman memanggil nama Ayahnya yang dilihatnya sudah terbujur kaku, pucat, dan tak bernyawa lagi karena terpaan Ombak keras menggulung sampannya hingga terbalik. Suara tangisnya pecah ditengah kerumunan Warga kampung yang beramai-ramai menggotong beberapa nelayan yang hanyut oleh ganasnya ombak, dan salah satu korbannya adalah Ayah Surman. Sedangkan Ibunya diam, tak mampu berkata apa-apa lagi hanya sesegukan tangis menjadi ekspresi akan kehilangan sosok bapak dan suaminya itu. Kenapa kamu orang kasi keluarkah kita punya barang-barang…? Tanya surman kepada bapak tua seorang rentenir bernama La Maseke. Karena Amamu tidak bisa bayar utangnya sampai sekarang hingga dia mati..!! Berapakah utangnya amaku…?? Ini ambil uangku, Uang yang telah diperolehnya dari hasil menjadi kuli pengangkut dan menjual ikan para nelayan kampung, serta celengan 2 celengan bambu yang telah lama menjadi tabungannya. Utangnya Amamu tidak bisa di bayar dengan semua uangmu itu.., Ama