Memasuki jenjang pernikahan untuk pasangan perawan dan bujang yang telah matang dan “mapan” adalah suatu acara yang sangat di dambakan oleh keduanya, apalagi jika pasangan tersebut telah lama menjalin atau saling mengenal karakter antara keduanya ataupun jika acara tersebut berlangsung karena alasan perjodohan orang tua. Tidak hanya keduanya acara bahagia seperti pernikahan tentu pula sangat dinantikan oleh seluruh keluarga.
Seperti beberapa hari ini, saya turut menghadiri dan mengikuti proses pernikahan kedua sahabat saya di Baubau (Buton). Ada rasa bahagia dan campur sari di dalam hati menyaksikan acara pernikahan mereka. Bahagia karena akhirnya keduanya telah menyatu, dipertautkan hatinya oleh Allah SWT dalam suatu ikatan suci pernikahan dan kesedihan karena keadaan status yang sudah berbeda (tidak bisa sebebas saat masih sendiri) serta kecemasan setelah diberondong pertanyaan kapan menyusul ( sedikit miris tapi tak apalah).
Proses pernikahan keduanya tentunya menggunakan tradisi adat Buton karena mengingat keduanya adalah orang asli suku Buton. Proses diawali dengan acara lamaran atau tauraka, yakni pihak keluarga laki-laki datang melamar perempuan yang ingin diperistri kepada pihak keluarga perempuan. Dalam tradisi ini ada tradisi pembagian uang kepada perempuan yang belum menikah. Istilah ini saya menyebutnya Ang Pao. Konon uangnya dibelikan sesuatu yang kita sukai dan sifatnya manis serta diniatkan agar perempuan yang masih lajang tersebut bisa juga secepatnya menyusul, tertular virus bahagia. Tapi sayang saya tidak mendapatkan Ang pao tersebut karena kesibukan kantor sehingga tidak menghadiri.
Setelah itu ada lagi Ang Pao selanjutnya, kalau yang ini saya dapat dan disimpankan oleh orang tua sahabat saya. Tradisi ini adalah pembayaran mahar atau Naik Adat. Ang Pao yang diberi tersebut bernama Bakena Kau. Tujuan pemberian ini masih sama dengan tauraka tadi. Untuk perempuan lajang, dibelikan hal yang disukai, sifatnya manis dan diniatkan agar segera menyusul untuk hal yang sama. Nilai uangnya sederhana atau tergantung dari kemampuan.. Saya diberi Lima Ribu Rupiah. WallohuAlam bissawab.
Acara selanjutnya menjelang acara inti adalah Posuo untuk calon mempelai perempuan. Acara ini adalah sama dengan acara pingitan. Kalau dalam tradisi aslinya calon mempelai perempuannya harus dipingit 8 hari 8 malam, tetapi mungkin karena perkembangan peradaban dan zaman modern, tradisi posuo ini di diskon 99% (^^), sehingga tinggal sehari saja. Itupun tak mesti dengan aturan yang ketat dan mengikat. Dalam tradisi ini calon mempelai perempuan dihelat oleh tetua adat (perempuan) 2 orang. Keduanya berasal dari perwakilan pihak laki-laki dan perempuan. Serangkaian Ritualpun dijalani mengikuti adat yang tlah turun-temurun diwariskan. Dan akhir dari tradisi Posuo ini adalah pembayatan, yakni pemberian makanan dari ibu-ibu kepada calon mempelai perempuan dengan cara menyuapnya. Tapi tak sembarang pula makanan yang disuapi. Makanannya berasal dari talang yang telah disediakan dan isi talang tentunya telah disesuaikan dengan aturan adat. Saya masih mengingat sebagian isi talang itu, seperti Nasi kuning, Ayam kari, Ikane dale( Ikan yang dihaluskan dicampur kelapa muda dan dibentuk segitiga lalu digoreng), Telur dadar, Bolu rampa, UbiJalar goreng,Onde-onde. Tentu ada nilai filosofis dari ketujuh jenis makanan tersebut. Tapi sayang tak semuanya saya ketahui. Namun semuanya bertujuan agar kelak kehidupan rumah tangga berjalan dengan manis harmonis serta rezeki yang selalu mengalir.
Nah, tibalah di acara inti yakni pelaksanaan akad nikah dan resepsi pernikahan yang menjadi bukti sahnya keduanya telah bersanding sebagai suami isteri. Acara inti ini tentulah semua orang telah mengetahui bagaimana prosesinya.
Selepas acara inti tersebut, tidak serta merta prosesi adat selesai. Masih ada beberapa tahap lagi diantaranya pertama pengantin baru tidak boleh keluar rumah selama empat hari, kedua menjalani proses Popeana Soronga/membawa peti (Tas pakaian) (pihak keluarga laki-laki membawakan pakaian untuk anaknya). Nah , ini paling asyik lagi. Lagi-lagi saya kebagian Ang Pao sepuluh ribu rupiah (Maklum Lajang ^^), ketiga pengantin baru belanja harus ke pasar untuk dibagi kepada kedua belah pihak keluarga (2/3 bagian).Bahan yang dibeli adalah makanan pokok atau makanan sehari-hari. Konon dalam tradisi ini jumlah makanannya adalah 40 jenis makanan. Tapi keadaan sekarang sudah bisa disesuaikan. Dan prosesi adat terakhir adalah salah satu pengantin baru (laki-laki atau perempuan) diantar kerumah dimana mereka akan tinggal menjalani kehidupan baru, rumah tangga baru. Tapi biasanya masih masuk dulu ke PMI (Pondok mertua Indah…hehehe).
Prosesi-prosesi Adat semacam ini tentulah semua suku di Indonesia memilikinya. Tetapi dari segi penamaan dan tata caranya ada yang sama adapula yang berbeda. Semuanya tergantung dari latar belakang budaya yang dimiliki dan diwariskan secara turun temurun. Contoh saja tradisi Ang Pao yang biasa di beri pada perayaan tahun baru Cina (Imlek), ini adalah salah satu ciri adanya kesamaan, bahwa tak mesti orang cina saja yang memberi Ang Pao untuk moment hari-hari bahagia tetapi orang Buton pun juga ada.
Akhirnya di Tahun baru Cina 2563 (January tahun 2012) meski tak mendapat Ang Pao dari koko dan aci saya mendapat Ang pao dari pernikahan bahagia kedua sahabat saya. Hehehe…Assyyiiikk euy. Nambah-nambah uang jajan. (^_^).
Gong Xi Fa Chai, Xin Nian Kuai Le, Wan Se Ru Yi, Sen Thi Cie Khang, Nian Nian Yu YI (Selamat dan sukses, tahun baru yang berbahagia, segala hal bermakna, badan sehat walafiat dan sepanjang tahun memperoleh kelimpahan).
Medibrata, Senin23January2012
Imlek 2563 “Gong Xi Fa Choi”
Komentar
Posting Komentar