Dear Desember…,
Kembali ku temui dirimu disini, masih terlelap di pelukan malam. Masih Hening dan gelap.
Kembali dan kembali lagi, engkau masih sama. Belum beranjak. Menetap dalam kegamangan.
Pandanganmu masih kosong , menatap Arah yang tak berujung.
Suaramu diam, tercekat di kerongkongan yang entah kapan berbunyi
Dan kaupun menepi dari garangnya arus komunikasi yang tak memberi hati.
Dear Desember…
Kuceritakan padamu, di penghujung malam-malamku suatu Kata yang tak hentinya menari-nari mengintariku. Tingkahnya berputar, beriring. Menghentakkan kakinya hingga bunyi gemerincingnya memekak telinga.
Suatu kata yang terus menusuk dan menggerus dinding-dinding tembok Nurani, Memahatnya, menjatuhkan pahatan-pahatan yang datar tak berbentuk. Dengan Keras palunya menumbuk. Dan kembali memekak telinga.
Dear Desember...,
Terlabuh harap di Dermaga. Mungkin juga ia karam. Tak dikembangkan lagi layarnya mengarung samudera luas Bumi Ini. Takutnya pada Ombak membuatnya terhempas. Tak dilepaskannya pula jangkar tukk bertahan hingga tak terombang-ambing.
Angin terus Menerpa, menampar-nampar pipinya hingga Merah.
Dear Desember…,
Kisah Kata itu terlalu manis dan cantik…tak perlu dipoles. Ia sederhana, lembut dan kasih. Namun ia juga sangar dan garang, hingga menjatuhkan bulir-bulir bening air mata yang terus mnegisakkan dada.
Kisah kata itu layak dikenang, tak mesti dibuang dan diulang. Tersimpan di kotak kayu berwujud hati. Hingga saat nanti bisa ditengoknya kembali.
Kembali ku temui dirimu disini, masih terlelap di pelukan malam. Masih Hening dan gelap.
Kembali dan kembali lagi, engkau masih sama. Belum beranjak. Menetap dalam kegamangan.
Pandanganmu masih kosong , menatap Arah yang tak berujung.
Suaramu diam, tercekat di kerongkongan yang entah kapan berbunyi
Dan kaupun menepi dari garangnya arus komunikasi yang tak memberi hati.
Dear Desember…
Kuceritakan padamu, di penghujung malam-malamku suatu Kata yang tak hentinya menari-nari mengintariku. Tingkahnya berputar, beriring. Menghentakkan kakinya hingga bunyi gemerincingnya memekak telinga.
Suatu kata yang terus menusuk dan menggerus dinding-dinding tembok Nurani, Memahatnya, menjatuhkan pahatan-pahatan yang datar tak berbentuk. Dengan Keras palunya menumbuk. Dan kembali memekak telinga.
Dear Desember...,
Terlabuh harap di Dermaga. Mungkin juga ia karam. Tak dikembangkan lagi layarnya mengarung samudera luas Bumi Ini. Takutnya pada Ombak membuatnya terhempas. Tak dilepaskannya pula jangkar tukk bertahan hingga tak terombang-ambing.
Angin terus Menerpa, menampar-nampar pipinya hingga Merah.
Dear Desember…,
Kisah Kata itu terlalu manis dan cantik…tak perlu dipoles. Ia sederhana, lembut dan kasih. Namun ia juga sangar dan garang, hingga menjatuhkan bulir-bulir bening air mata yang terus mnegisakkan dada.
Kisah kata itu layak dikenang, tak mesti dibuang dan diulang. Tersimpan di kotak kayu berwujud hati. Hingga saat nanti bisa ditengoknya kembali.
Medibrata,sabtu03Desember2011
Komentar
Posting Komentar