Langsung ke konten utama

Para-Para Perahu Banjir

Masuk dalam musim penghujan (Oktober-April) saat ini menjadi hal membuat saya senang tapi juga was-was. Hujan bagi saya adalah berkah. Air jatuh tumpah ruah membasahi bumi setelah enam bulan sebelumnya adalah kering (kemarau). Laksana dahaga yang terhapus setelah meminum air. Saya menjadi pengagum sekaligus pecinta hujan. Hujan adalah teman saya, teman bermain tanpa rasa keluh jika ia harus habis. Teman berlari tanpa rasa lelah karena dahaga. Hujan adalah kesejukan, keteduhan dan kerinduan.

Namun, Hujan saat ini memberi warna lain dari pemikiran yang saya cipta sebelumnya. Hujan saat ini memeberi perasaan cemas ,resah (resah dan gelisah pada semut merah…lho kok nyayi ya..? hehehe) dan was-was. Betapa tidak, jika hujan cukup deras dan lama meski sehari rumah tempat tinggal saya harus mendapat banjir kiriman dari segaala arah. Tempatnya memang rendah dari perumahan yang lain. Dan ini selalu membuat kekhawatiran kalau barang-barang harus sampai basah tergenang air. Dan parahnya, apalagi kalau saat tak ada dirumah apakah itu ke kantor, pulkam atau dinas luar. Tetapi masih cukup untung saat banjir selalu ada di rumah, tapi yah cukup lelah juga kalau tiap hari hujan harus tiap hari ngepel (pinggangku Encoookk maakk…) Tolonglah hambamuu..(Asep Irama mode on) hehehe



Barang-barang yang diungsikan dari dapur karena banjir

Terkadang kawan-kawan kantor dan lainnya berceloteh, kenapa gak cari tempat yang gak banjir, yang memberi kenyamanan..? sebenarnya pendapat itu ada benarnya, tapi mencari rumah tinggal (Bukan kost) dengan biaya relative murah untuk daerah tempat tugas saya (Baubau) dan aksesnya yang dekat dengan kantor lumayan susah. Harga yang ditawarkan terlalu tinggi untuk kapasitas saya sebagai pegawai yang tergolong baru. (Sabaarki di’… :)). Jika mungkin , di penghujung masa kontrakan ini habis saya berusaha mencari tempat yang lain.

Untuk sementara Karena keprihatinan terhadap anak ceweknya yang di rantau (tsaaaahh…lebayyy), waktu ayah saya datang beliau langsung memesan papan dan kaso (balok) untuk membuatkan para-para. Para-para semacam bangku panjang atau rak-rak yang terbuat dari kayu untuk menyimpan barang. Kadang juga sebagai tempat bersantai di depan rumah.





Para-para yang dibuat oleh ayah saya ini, cukup untuk mengamankan barang-barang jika air masuk sampai ke ruang tengah. Jadi Alhamdulillah yah…sesuatu (Ala-ala Syahrano..hehe)

Para-para Perahu Banjir yang sudah diresmikan

Akhirnya…, berkurang satu kerutan di wajah…,Hilang sudah satu kekhawatiran…hehehe




Menunggu hujan sedikit reda di malam buta
Medibrata,12maret2012



Komentar

  1. wah..Ayah yang hebaaatttt...
    Berarti, sekarang, sering mi ko nyanyi ,Tyn.
    pap para pap para ..wkwkwkwk

    BalasHapus
  2. bukan lagi sering pi...wajib hukumnya klo menyanyi, kpn2 ko boleh dengar suara merduku...wkwkwk

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ang Pao di Tradisi Pernikahan Buton

Memasuki jenjang pernikahan untuk pasangan perawan dan bujang yang telah matang dan “mapan” adalah suatu acara yang sangat di dambakan oleh keduanya, apalagi jika pasangan tersebut telah lama menjalin atau saling mengenal karakter antara keduanya ataupun jika acara tersebut berlangsung karena alasan perjodohan orang tua. Tidak hanya keduanya acara bahagia seperti pernikahan tentu pula sangat dinantikan oleh seluruh keluarga. Seperti beberapa hari ini, saya turut menghadiri dan mengikuti proses pernikahan kedua sahabat saya di Baubau (Buton). Ada rasa bahagia dan campur sari di dalam hati menyaksikan acara pernikahan mereka. Bahagia karena akhirnya keduanya telah menyatu, dipertautkan hatinya oleh Allah SWT dalam suatu ikatan suci pernikahan dan kesedihan karena keadaan status yang sudah berbeda (tidak bisa sebebas saat masih sendiri) serta kecemasan setelah diberondong pertanyaan kapan menyusul ( sedikit miris tapi tak apalah). Proses pernikahan keduanya tentunya menggunakan trad

Waktu dan Jawaban

#Dan Benarlah waktu adalah pemberi jawab yang terbaik.. Ketika kau menunggu dalam waktu yang tak tentu..menanti jawab yang tak kunjung tiba, ketikA itu pula Hatimu gelisah. Lalu apa yang kau lakukan..? Usaha.?? Tentunya iya..,mencari informasi apa yang menjadi objek pencarian..,namun jika telah maksimal maka doalah menjadi tumpuan terakhir. Karena Doa adalah penembus atas hijab, pengubah atas takdir yang ada. Biarkan tangan tangan Ilahi bekerja dengn caranya dan Pasti itu Indah. Indah Cara manusia namun lebih Indah cara Allah. Dia memberimu disaat yang tepat, tepat diwaktu kau membutuhkannya. Dan Dia tau mana yang terbaik buatmu., maka tak terbantahkanlah apa yang menjadi FirmanNYa Dia ta mengujimu di luar kemampuanmu. Dan apa yang menurutmu baik tapi buruk bagiNya begitupula apa yang menurut bagimu buruk tapi itulah yang terbaik bagimu. Lalu apa yang dapat kau ambil..? Berprasangka baiklah selalu padaNYA, sabar dan sederhanalah dalam tiap-tiap hal. Karena segalanya terjadi tentu

Negeri Sapati di Ranah Buton

Amaaaaaaa…..,teriakan Surman memanggil nama Ayahnya yang dilihatnya sudah terbujur kaku, pucat, dan tak bernyawa lagi karena terpaan Ombak keras menggulung sampannya hingga terbalik. Suara tangisnya pecah ditengah kerumunan Warga kampung yang beramai-ramai menggotong beberapa nelayan yang hanyut oleh ganasnya ombak, dan salah satu korbannya adalah Ayah Surman. Sedangkan Ibunya diam, tak mampu berkata apa-apa lagi hanya sesegukan tangis menjadi ekspresi akan kehilangan sosok bapak dan suaminya itu. Kenapa kamu orang kasi keluarkah kita punya barang-barang…? Tanya surman kepada bapak tua seorang rentenir bernama La Maseke. Karena Amamu tidak bisa bayar utangnya sampai sekarang hingga dia mati..!! Berapakah utangnya amaku…?? Ini ambil uangku, Uang yang telah diperolehnya dari hasil menjadi kuli pengangkut dan menjual ikan para nelayan kampung, serta celengan 2 celengan bambu yang telah lama menjadi tabungannya. Utangnya Amamu tidak bisa di bayar dengan semua uangmu itu.., Ama