Manusia sering dikatakan sebagai makhluk social. Makhluk yang tak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusiapun membentuk komunitas social kemasyarakatan dalam lingkungan untuk saling berinteraksi. Interaksi dalam lingkup pekerjaan, bertetangga, jual-beli, keluarga dan lainnya. Dalam hal ini dengan sendirinya terbentuk suatu percakapan-percakapan social yang secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan sifat saling membutuhkan.
Memang tak bisa diingkari, manusia membentuk suatu mata rantai dalam kehidupan. Menjalin kerjasama antara satu dengan lainnya menggunakan fungsi social sehingga membentuk turunan-turunan yang memiliki nilai. Dan nIlai-nilai yang dihasilkan mempunyai keterikatan dan bertaut dengan norma yang berlaku dalam etika kemasyarakatan dan sistim ketatanegaraan.
Nah..,dengan keterkaitannya, kita menjumpai sikap saling menghargai, menghormati, mengasihi, mencintai dan tolong-menolong dilingkungan . Adanya sikap saling peduli antar sesama menunjukkan fungsi social itu bekerja. Fungsi social yang bekerja serupa mesin-mesin dengan rasa peduli sebagai bahan bakarnya. Bahan bakar yang tak menghasilkan polusi, yang layak setelah uji emisi. Tak berbahaya bahkan menjadi kebutuhan.
Tetapi bagaimana jika fungsi social itu hilang..? Peduli sebagai kata kunci dan sebagai bahan bakar penggeraknya tak mampu lagi bekerja, berkontraksi dan berinteraksi mengikuti alur-alur yang dinamis dan harmonis. Pedulipun Hilang. Tak ada. Peduli yang hilang ini menghasilkan gas buang yang berbahaya bersifat karsinogenik. Tak hanya membunuh sel-sel dan meracuni darah satu orang tetapi juga memutus rantai kehidupan dengan orang lain. Dan akhirnya berakhir di satu titik bernama kematian.
Bagaimana ciri itu ada…? Sikap egois, tinggi hati, acuh tak acuh, sombong dan sok (mau dikata) melahirkan benih-benih kepedulian yang bakal lenyap. Parahnya ada pula segelintir bertampang peri tetapi berhati serigala . Serupa membungkus bangkai dalam peti susu.. Memunculkan kalimat “Kamu siapa dan saya siapa” sehingga akhirnya tak ada lagi etika dan tak ada lagi norma. Berjalan sendiri-sendiri dan diam-diam.
Dengan maju dan terus berkembangnya peradaban, tak diherankan lagi munculnya sikap-sikap yang demikian. Zaman telah menggerus sedikit-demi sedikit nilai kebaikan dengan memunculkan sistem yang terbilang modern, asli tapi palsu, serta bebas yang tak terbatas.
Medibrata,jumat09Maret2012
Komentar
Posting Komentar