Mengarungi kehidupan berumah tangga, bukanlah hal semudah yang dibayangkan pada umumnya. Awal kehidupan yang menyatukan dua manusia dengan tipe dan karakter yang berbeda bahkan dua keluarga tak semudah membalikkan telapak tangan. Penuh pertimbangan , rasa dan sebisa mungkin tak boleh ada rasa yang saling menyakiti satu sama lain. No feeling hurt…. Jikalau tidak bukan hal yang tidak mungkin maka hubungan yang terjalin akan berujung pada perceraian. Suatu hal yang menyakitkan dalam suatu hubungan dan berdampak pada perkembangan psikologis bagi keduanya apalagi anak-anak.
Menjalani kehidupan rumah tangga diibaratkan pada sebuah kapal yang berlayar di lautan bebas, dengan suami sebagai kepala rumah tangga yang dijadikan sebagai nakhodanya. Kemana arah kapal itu hendak berlayar dan bagaimana jika kapal itu dihantam atau diterjang badai, riak ombak baik kecil maupun besar di tengah pelayarannya. Hal ini pun termaktub dalam firman Allah SWT dalam surah An-Nisaa ayat 34, yang artinya “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya”. Namun, Tentunya dalam hal ini tidak serta merta menjadi tanggungjawab sepihak saja (suami). Peran isteri sangat dibutuhkan pula, untuk itu perlu adanya kerjasama yang solid didalammnya. Adanya kekompakan, kepercayaan pada pasangan dalam menjalankan fungsinya masing-masing agar tercipta dalam kehdupan yang diarungi tetap berjalan tenang, damai dan bahagia. Yah…, dikatakanlah mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah dan warohmah.
Peran sebagai perempuan (isteri) tak hanya berkutat diseputar 3-UR, yaitu dapur, sumur, kasur. Apalagi isteri yang juga bekerja diluar rumah (wanita kantoran) yang turut membantu perekonomian keluarga. Tetapi kata orang- orang ketiga hal tersebut menjadi menu utama dalam rumah tangga. Bagaimana memberikan pelayanan dalam hal makanan, penyajian diatas meja (dapur), cuci mencuci/kebersihan dalam rumah dan lingkungan sekitar rumah (sumur), dan pelayanan saat dikamar diatas tempat tidur. Wallahu alam..,karena sayapun belum berumah tangga. Hehe..
Selain ketiga menu tersebut masih ada hal-hal lain yang mesti diperhatikanb utuk menjaga keutuhan keluarga. Saya membaginya dalam beberapa bagian.
Pertama : Adanya kesabaran, artinya pandai-pandai dalam mengolah/memenej hati. Mengesampingkan ego masing-masing bukanlah hal yang mudah. Ketika menginginkan sesuatu tapi harus memperhatikan keinginan suami atau anak-anak, apakah sejalan atau tidak?? Baik atau tidak untuk kepentingan bersama (waahh..Rumit..)hehehe… Nah..,disinilah dibutuhkan sikap saling memahami, mengerti dan menghargai satu sama lain.
Kedua : Rasa saling mencintai antara keduanya, yang bukan saja antara dua pribadi (suami-isteri) tetapi juga kedua belah pihak keluarga. Rasa cinta dan kasih sayang tentulah sangat diperlukan dalam membangun rumah tangga agar tetap tegak kokoh berdiri. Dalam artian apalah arti sebuah hubungan tanpa dilandasi adanya rasa cinta dan kasih sayang. Rumah akan terasa hambar, diibaratkan makanan tanpa garam atau seperti kita menanam bunga jika tak terpelihara hanya ditancapkan begitu saja tanpa disiram, dipupuk tentulah akan mati.
Ketiga : Kepercayaan dan kesetiaan. Hal ini selalu berjalan beriringan. Kepercayaan bahwa suami/isteri tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Kepercayaan yang baik dan selalu bepikir positf membawa perilaku tuk tetap setia terhadap pasangan. Dalam bahasanya “saya percaya kok sama suami/isteri saya, tak melakukan hal-hal yang aneh.Dia orangnya setia”. Teringat dalam syair letto
Dalam suka ku percaya kau kan bisa menemani dengan cinta…
Dalam duka ku bertanya bagaimana dalam hatimu bicara…
Cerita yang kita punya takkan ada bila tak percaya…
Disaat hampa harimu dan saat hampa hatimu
Ku kan ada ku disana menemanimu slalu
Disaat hilang jalanmu dan saat hilang nafasmu
ku kan ada ku disana menemanimu slalu..
Keempat : Memberikan senyuman di awal, ini merupakan wujud perhatian. Membangun komunikasi yang harmonis dan dinamis. Apakah itu disaat sebelum tidur, bangun tidur atau saat pulang dari kerja. Memberikann sapaan dan senyuman hangat diawal seperi menghidangkan sarapan/makan, menyiapkan pakaian, ataupun air hangat jika mandinya menjelang malam. Entahlah….,bahasa apa yang dipakai agar tercipta komunikasi yang romantic dan hangat tergantung individunya J. Membangun komunikasi ini mutlak diperlukan . Saling bercerita tentang kegiatan masing-masing, keluh kesah saat dikantor, canda tawa atau hal apapun itu. Boleh dibilang inilah ajang curhat.com. Ada petikan yang dititipakan “Jadikan Suamimu dalah Sahabatmu”, dengan begitu kita akan semakin dekat. Sahabat adalah kawaan yang selalu mendampingi dalam segala situasi, susah-senang, dalam keadaan marah-sedih, saling member-menerima. Yaaahhh…dalam bentuk apapun itu.
Tak jarang ada keluarga yang berantakan karena kurangnya komunikasi di dalam rumah. Seperti yang dikatakan oleh salah satu ibu yang pernah bercerita tentang suaminya dengan saya “ ngapain saya masuk rumah kalau di dalamnya seperti gak ada orang. Ada orang tapi wajahnya cemberut, bibirnya bisu, dan sikapnya acuh tak acuh. Mending keluar rumah aja, banyak kok hiburan di luar”. (weleh..weleh..Fieeww)
Nah..,ini dia yang perlu diantisipasi sebelumnya. Suami mencari hiburan/mainan di luar karena isteri tak mampu menyediakannya dirumah.
Kelima : Isteri yang tak boleh sok ngatur atau menekan. Nah…, ini kadang menimbulkan istilah suami-suami takut isteri. Tidak boleh ini tak boleh itu, ini salah itu salah. semuanya harus diatur oleh isteri. Melakukan sesuatu yang tak sesuai kemauan isteri atau tak sejalan, isterinya ngambek. Semisal suaminya keluar rumah apakah itu bertemu dengan kolega atau urusan kerja . dalam suatu kutipan “ pah..,pulangnya jam 10 ya.., On Time..!!! awas telat..!!!”
Pikiran kita… wah Ultimatum nih. “aku suami atau anak??”
Siapapun jika terus menerus pasti jengah dengan keadaan demikian. J
“hubungan yang harmonis dan bahagia adalah hubungan karena cinta dan saling menghargai. Cinta yang tak hanya Nafsu namun cinta yang dilandasi hanya karena-NYA. Karena cinta kita bahagia, kita semangat, pengesampingkan ego, sabar dan setia”
“ Hubungan berjalan karena komunikasi, komunikasi yang tak sekedar mengucapkan kata, tapi dengan rasa. Pasangan tak sekedar teman tapi juga adalah sahabat. SUAMIKU ADALAH SAHABATKU..
Ini merupakan sharing dari cerita- cerita yang telah mengalami. Berawal dari cerita teman kantor, teman-teman ibu dan bapak dikantor ataupun kawan yang telah berkeluarga. dan ini mungkin bisa dijadikan sebagai referensi jika saya berkeluarga kelak..:)
Komentar
Posting Komentar