Penantian menjelang hari kelulusan adalah saat yang mendebarkan. Campu aduk, Resah dan gelisah pada semut merah (kata obie Mesakh) hehe. Berkecamuk perasaan adakah lulus atau tidak, berhasil atau tidak dalam menyelesaikan sekolah ataupun ujian skripsi. Kelulusan apakah itu mengakhiri pendidikan di tingkat SD, SMP, SMA ataupun Perguruan tinggi.
Melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tentu merupakan dambaan bagi semua orang. Meminjam istilah sederhananya “siapa sih yang tidak mau sekolah, tak mau pintar..??” jika itu didukung oleh kemampuan baik itu secara materi/financial maupun dari kemampuan otak. Tidak ada manusia yang ingin bodoh. Allah saja memerintahkan tuk belajar yang termaktub dalam firmannya dalam surat Al-Alaq , dengan Iqra, “Iqra bismirabbikaladzi kholaq”, baca , bacalah dengan menyebut nama tuhanmu. Dan Allah pun Menjanjikan mengangkat derajat yang tinggi tuk orang –orang yang memiliki ilmu pengetahuan beberapa derajat seperti dalam surah Al-Mujadilah ayat 11.hmmm, subhannallah…Allah Maha Pemurah.
Teringat dengan peristiwa beberapa hari lalu, saat mengantarkan adik sepupu yang baru saja lulus SMA ke pelabuhan Murhum. Dia ingin melanjutkan pendidikannya di kota Makassar , tepatnya di kampus Merah Universitas Hasanuddin (Unhas). Berbekal Kemampuan yang dimiliki dia menggantungkan harapan dan cita-citanya untuk menjadi seorang dokter. Pikirku saat itu..Hmmm, Cita-cita yang brilliant dan profesi yang mengagumkan,Mulia, penuh tanggung jawab yang besar terhadap sesama manusia. Berbincang-bincang ternyata dia tak sendiri. Keberangkatannya beramai-ramai bersama teman – teman sekolahnya dengan niatan yang sama ingin melanjutkan pendidikan. Harapan yang sederhana tapi wah, Ingin sekolah tapi kelak hasilnya sangat luar biasa jika ilmu yang dimiliki benar-benar termanfaatkan untuk kepentingan umum dalam hal positif atau paling minimal adalah untuk diri pribadi.
Rasa kesedihan sekaligus kebahagiaan menjadi satu, terpancar dari raut wajah-wajah lugu anak-anak itu. maklum mereka baru saja lulus SMA, keadaan yang kan menginjakkan kaki tuk menempuh dunia baru. Pengalihan masa remaja ke masa dewasa. Suasana baru akan segera menjemput. Hidup di daerah orang, tinggal di kos-kosan , bersosialisasi dengan lingkungan yang sifat dan karakternya orang-orangnya bebeda-beda karena pengaruh cultural (dialek,watak,emosi), mengatur keperluan diri sendiri dari A-Z. Semua serba sendiri. (kayak lagu Bang Caca handika aja..,hehe). Teringat kembali saat masa kuliah dulu, meski tak seperti yang mereka alami tapi cukup menyimpan rasa haru biru mendengarkan cerita kawan-kawan yang kuliahnya merantau, jauh dari orang tua. Paling berkesan adalah saat sakit, tugas kuliah banyak apalagi kalau pakai acara foto copy dan dalam masa-masa sulit alias kere karena kiriman belum datang (biasanya ditanggal-tanggal tua). J suatu pembelajaran hidup yang sukar didapat. Belajar Hidup mandiri. Kembali pada cerita awal, tentu segala petuah nasihat tak kunjung henti diberikan ditelinga mereka baik itu dari orang tua maupun dari kakak senior yang pernah mengalaminya.
“hati-hati ya nak, ingat hati-hati di jalan, jaga diri, pandai-pandailah dalam bergaul”. Sekarang masa depan ada ditanganmu, dengan sekolah kamu raih dan menjemputnya.
Menjadi seorang mahasiswa punya suatu kebanggan tersendiri. Setidaknya ada kata “Maha” yang meleka, yang dulunya adalah seorang siswa. Namun dengan melekatnya gelar ini tidak serta merta menjadi hal yang “Wah”. Punya beban. Bagaimana menyandang gelar itu dengan tidak hanya sebagai gelar tapi menyandangnya dengan tuntutan bahwa kepemilikan kata “mahasiswa” harus bisa mengajak diri tuk berpikir lebih terfokus, runut, sistematis dan punya rancangan ke depan. Bagaimana kedepannya tergantung pada apa yang dilakukan saat awal melangkah. Waahh… rasa ingin sekolah lagi..,lanjut lagi.., Serunya jadi mahasiswa. J
Komentar
Posting Komentar