Bumi yang merupakan tempat kita berpijak akan kehidupan di dunia ini memiliki banyak keanekaragaman hayati. Berbagai macam pesona Alam yang dimilikinya tak mampu kita lukiskan dengan kata seberapa takjub dan kagum akan kebesaran yang Tuhan ciptakan dan limpahkan untuk kepentingan hidup. Apakah itu untuk manusia, hewan maupun tumbuhan. Keanekaragaman hayati yang disediakan oleh alam menyimpan sejuta manfaat dalam kehidupan. Dalam pemanfaatannya terjadi hubungan yang timbal balik antara ketiga penghuni bumi tersebut. Hubungan antara manusia-manusia, Manusia-hewan, Manusia-tumbuhan ada yang saling menguntungkan, saling merugikan, dan adapula yang satu diuntungkan namun yang lain dirugikan (keuntungan sepihak).
Dari ketiga hubungan tersebut, kita menganggapnya adalah suatu hubungan yang sah-sah saja. Baguslah jika itu menguntungkan, tetapi bagaimana jika keuntungan itu hanya sepihak. Banyak contoh kasus yang marak terjadi seperti trafficking, illegal logging, perdagangan anak. Mengambil contoh Illegal logging (pembalakan liar) yang tiada henti dan tanggung-tanggungnya dilakukan oleh segelintir orang bahkan ada oknum-oknum tertentu yang semestinya turut menjaga kelestarian sumber daya alam turut mendukung kegiatan ini. Sungguh suatu hal yang ironis.
Tuhan memang menciptakan alam dengan hutannya untuk dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Tapi apakah dengan dalih “pemanfaatan” itu kita mengeksploitasi besar-besaran segala kebijakan tanpa memperhatikan kondisi lingkungan yang bakalan terjadi dalam waktu dekat atau dalam kurun waktu yang lama..? hanya demi kepentingan pribadi atau golongan yang sifatnya sesaat. Kondisi lingkungan yang terus tergerus oleh kepentingan tangan-tangan jahil mewariskan dampak kerusakan lingkungan yang tiada tanggung-tanggungnya sehingga menimbulkan banyaknya bencana akibat adanya ketidakseimbangan alam. Lingkungan telah berubah. Berdasarkan prediksi ahli lingkungan tempo (11/2/2000) suhu global rata-rata pada abad ke-21 akan meningkat 5,8 derajat Celcius. Permukaan laut dibeberapa daerah naik 60 centimeter dari sebelumnya. Sekitar 800 rumah penduduk di kawasan pantai terancam banjir dan harus dievakuasi dengan menelan biaya Rp 30 milyar.
Kalimat yang begitu mengkhawatirkan dan menakutkan bukan..?!Sebagai akibatnya pemanasan global kita rasakan saat ini. Adanya perubahan iklim (Global climate change) yang ditandai dengan musim hujan menjadi banjir, musim panas kekeringan, angin sepoi-sepoi tiba-tiba menumbangkan banyak pohon, bukit yang tadinya indah dipandang kemudian menimbun rumah karena longsor.
Hal ini tak telak dipungkiri karena berkurangnya luas hutan akibat konversi hutan menjadi bangunan fisik seperti gedung, jalan raya dan bangunan lainnya. Konversi hutan ini berpengaruh pada berubahnya laju resapan air. Menurut Prof. Otto Soemarwoto, jika luas hutan berkurang, laju resapan air kedalam tanah menurun, laju aliran air naik dan bahaya banjir semakin meningkat.Masih terekam dibenak saya, bagaimana banjir bandang Wassior di Papua Barat (4/10/2010) yang diakibatkan meluapnya sungai batang Salai menenggelamkan ratusan nyawa, rumah-rumah penduduk dan lahan pertanian. Dari kondisi yang terlihat melalui media televisi dan pemberitaan media-media cetak, bahwa sudah banyak areal lahan yang kosong disekitarnya akibat penebangan hutan yang tidak terkendali dan tidak ada tindakan reboisasi. Dan ternyata itu sudah berlangsung lama. Hal yang senadapun terjadi di Kabupaten Brebes, Jawa tengah (8/3/2011). Banjir yang meluap menghabiskan ratusan hektar lahan pertanian, ratusan ternak dan merendam rumah-rumah warga.
Sungguh kejadian seperti ini merupakan bagian dari potret buram kondisi bumi kita sesungguhnya yang terjadi saat ini. Tapi apakah kita terus membiarkan mencetak potret-potret buram selanjutnya..? Tentu tidak bukan..??! Sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial yang sempurna yang diciptakan oleh-Nya yang diberi kemampuan akal, pikiran dan nurani tentu menggunakan segala daya, upaya dan kemampuan untuk mengolah alam sebagaimana mestinya dengan memperhatikan segala aturan tanpa sifatnya merugikan. Seperti yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 dan 4 dan Undang- undang nomor 32 tahun 2009 Bab II pasal 2 tentang asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta adanya kesadaran dari pribadi masing-masing untuk mengubah gaya hidup yang konsumtif dalam artian gaya hidup yang tidak tertib, mengkonsumsi sumber daya alam secara berlebihan dan ujungnya merusak lingkungan.
Mari menjadi sahabat Bumi dengan melakukan penghematan air, membuang sampah pada tempatnya, melakukan penghematan listrik, penghematan BBM serta melakukan tindakan pencegahan terhadap pembalakan liar dan penebangan pohon secara besar-besaran untuk pembukaan lahan. Melakukan hal-hal yang bermanfaat dimulai dari yang kecil dan kesadaran diri pribadi, karena tiada suatu hal yang besar tanpa yang kecil. Menjadi sahabat bagi bumi, memberi yang terbaik maka bumipun memberikan yang terbaik. Seperti yang termaktub dalam surah Al-A’raf ayat 56 (Dan jangnlah kamu berbuat kerusakan dibumi setelah(diciptakan)dengan baik. Dan ayat 58 (dan tanah yang baik, tanam-tanaman tumbuh subur dengan izin Tuhan; dn tanah yang buruk, tanam-tanaman yang tumbuh merana. Demikianlah kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang bersyukur. “Selamat hari Lingkungan hidup sedunia 5 Juni 2011”.
Komentar
Posting Komentar