Langsung ke konten utama

Kejujuran Itu terkikis Zaman

                  Masih ingat kapan kita berlaku Jujur..? Pernahkah kita melakukannya..? Minimal pada diri kita sendiri. Kata ini begitu lekat, begitu dekat dan sangat mudah tuk diucapkan namun begitu  sulit tuk dilakukan dan dipertahankan. Jujur dalam bebagai versi bahasa, inggeris (Honest), Belanda (Eerlijk), Jerman (Ehrlich), Jepang (Shöjikina), Arab (Shiddiq) kesemuanya memiliki arti yang sama ; Lurus hati, tidak berbohong, berkata tentang kebenaran. Namun tindakan ini sudah sangat jarang ditemukan, bahkan sudah menjadi  hal langka.

               Berbagai  contoh kasus kerapa kali terjadi, mulai daari diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Tak dipungkiri itupun di mulai dari hal yang sifatnya kecil karena dianggap remeh. Berkata akan kejujuran bahkan utnuk memperjuangkannya adalah hal yang begitu sulit apalagi bila dalam kasus itu sampai menyeret dan mencoreng nama baik “orang atau golongan” tertentu yang punya “kepentingan”.

                  Peristiwa yang belum lama terjadi  ditengah-tengah kita, masih hangat, masih lekat dipikiran. Kasus  contek massal yang terjadi pada dunia pendidikan dasar. Dunia pendidikan Dasar yang merupakan pembentuk awal baik karakter justru menjadi  pembentuk awal karakter yang butuk. Bahkan disinyalir adannya kerjasama antara guru dan pengawas. Namun, Usaha untuk mengungkapkan kejujuran ini  berbuah pada sanksi social pada anak atau orang tua murid karena dinilai mencoreng nama baik sekolah tersebut. Tindakan dikucilkan, disoraki, ditekan oleh teman-teman dilingkungannya. Dan sampai dilaporkan pada dinas terkait pun justru kurang mendapat dukungan. Sungguh hal yang ironis bahkan tragis dalam bentuk psikologis.

               Kejujuran yang didengungkan dalam bentuk pidato, cerita, obrolan kadang hanya sebuah retorika ukiran indah diatas kertas belaka, nyayian syahdu pengiring cengkrama-cengkrama dalam tiap bait pertemuan agar tak terkesan kaku, ketinggalan atau bahkan hanya sekedar nimbrung pengisi kekosongan. Tapi saya pun tak menutup diri dari hal ini, menyatakan saya adalah orang yang jujur. tidaklah demikian. setidaknya ini Sebagai instropeksi diri apakah saya bisa. Tapi selalu berusaha untuk itu. bukankah kita selalu meninginkan ke arah yang lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ang Pao di Tradisi Pernikahan Buton

Memasuki jenjang pernikahan untuk pasangan perawan dan bujang yang telah matang dan “mapan” adalah suatu acara yang sangat di dambakan oleh keduanya, apalagi jika pasangan tersebut telah lama menjalin atau saling mengenal karakter antara keduanya ataupun jika acara tersebut berlangsung karena alasan perjodohan orang tua. Tidak hanya keduanya acara bahagia seperti pernikahan tentu pula sangat dinantikan oleh seluruh keluarga. Seperti beberapa hari ini, saya turut menghadiri dan mengikuti proses pernikahan kedua sahabat saya di Baubau (Buton). Ada rasa bahagia dan campur sari di dalam hati menyaksikan acara pernikahan mereka. Bahagia karena akhirnya keduanya telah menyatu, dipertautkan hatinya oleh Allah SWT dalam suatu ikatan suci pernikahan dan kesedihan karena keadaan status yang sudah berbeda (tidak bisa sebebas saat masih sendiri) serta kecemasan setelah diberondong pertanyaan kapan menyusul ( sedikit miris tapi tak apalah). Proses pernikahan keduanya tentunya menggunakan trad

Waktu dan Jawaban

#Dan Benarlah waktu adalah pemberi jawab yang terbaik.. Ketika kau menunggu dalam waktu yang tak tentu..menanti jawab yang tak kunjung tiba, ketikA itu pula Hatimu gelisah. Lalu apa yang kau lakukan..? Usaha.?? Tentunya iya..,mencari informasi apa yang menjadi objek pencarian..,namun jika telah maksimal maka doalah menjadi tumpuan terakhir. Karena Doa adalah penembus atas hijab, pengubah atas takdir yang ada. Biarkan tangan tangan Ilahi bekerja dengn caranya dan Pasti itu Indah. Indah Cara manusia namun lebih Indah cara Allah. Dia memberimu disaat yang tepat, tepat diwaktu kau membutuhkannya. Dan Dia tau mana yang terbaik buatmu., maka tak terbantahkanlah apa yang menjadi FirmanNYa Dia ta mengujimu di luar kemampuanmu. Dan apa yang menurutmu baik tapi buruk bagiNya begitupula apa yang menurut bagimu buruk tapi itulah yang terbaik bagimu. Lalu apa yang dapat kau ambil..? Berprasangka baiklah selalu padaNYA, sabar dan sederhanalah dalam tiap-tiap hal. Karena segalanya terjadi tentu

Negeri Sapati di Ranah Buton

Amaaaaaaa…..,teriakan Surman memanggil nama Ayahnya yang dilihatnya sudah terbujur kaku, pucat, dan tak bernyawa lagi karena terpaan Ombak keras menggulung sampannya hingga terbalik. Suara tangisnya pecah ditengah kerumunan Warga kampung yang beramai-ramai menggotong beberapa nelayan yang hanyut oleh ganasnya ombak, dan salah satu korbannya adalah Ayah Surman. Sedangkan Ibunya diam, tak mampu berkata apa-apa lagi hanya sesegukan tangis menjadi ekspresi akan kehilangan sosok bapak dan suaminya itu. Kenapa kamu orang kasi keluarkah kita punya barang-barang…? Tanya surman kepada bapak tua seorang rentenir bernama La Maseke. Karena Amamu tidak bisa bayar utangnya sampai sekarang hingga dia mati..!! Berapakah utangnya amaku…?? Ini ambil uangku, Uang yang telah diperolehnya dari hasil menjadi kuli pengangkut dan menjual ikan para nelayan kampung, serta celengan 2 celengan bambu yang telah lama menjadi tabungannya. Utangnya Amamu tidak bisa di bayar dengan semua uangmu itu.., Ama